DREAMER'S

Pertaruhan Memperebutkan Kepulauan Natuna

         Oleh : Ruaida Arfah 
 Uin Arraniry
 Fakultas Dakwah dan Komunikasi 
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam

Kepulauan Natuna tidak dapat dipisahkan dari pengaruh negeri-negeri Melayu. Pada tahun 1597 sudah mulai ada gabungan penghijrahan kaum Patani dan Johor. Pada abad ke-16 jatuhnya Kesultanan Melayu Malaka ke tangan Portugis kerajaan patani dan johor muncul sebagai kuasa baru di rantau tanah melayu. Pada abad ke-18 kesultanan Johor ternyata menguasai bagian selatan yang terdiri dari negeri pahang sebagian pantai Timur Sumatera dan Kepulauan Riau. Pada perjanjian 1824 tanpa menepatkan kepulauan natuna dengan jelas pada masa pengaruh portugis. Namun pada saat itu bahwa belanda tidak menumbuhkan penempatan di utara antara pulau singapura dan simenanjung melayu yang terus dari mulut kuda (disahkan) sebagai wilayah British. Sedangkan wilayah Belanda adalah di pulau Sumatera dan pulau-pulau di selatan pulau Singapura. Dari sudut geografi, Kepulauan Natuna bukanlah gugusan kepulauan yang terletak di selatan pulau Singapura. 

Semasa Perjanjian 1824 dibuat, Sesuai jalur pemerintahan Patani di Natuna bermula seorang puteri berketurunan pemerintah asal Natuna bernama Puteri Wan Seri Bulan yang telah berkawin dengan Datuk Bendahara Lingkai al-Fathani, seorang kerabat di Raja Patani. Tak disangka dari pasangan ini telah menjadi Datuk Kaya yang memegang kekuasaan pemerintahan Natuna. pemerintahan Baginda Wan Muhammad al-Fathani pada Perjanjian 1824 tidak secara jelas meletakkan kepulauan Natuna di bawah pengaruh Belanda. Akan tetapi  Perjanjian 1824 telah diteliti, Belanda tidak berhak membuka penempatan di mana-mana kawasan di utara pulau Singapura yang jelas berada di dalam kawasan pengaruh British. Secara logikanya, memandangkan kepulauan Natuna masih berada di dalam wilayah lingkup kerajaan Johor saat Perjanjian 1824 ditandantangani, ianya patut berada di bawah pengaruh British, yang menjadi penaung bagi kesultanan Johor pada ketika itu. Oleh itu, mungkin timbul hujah yang mengatakan kepulauan Natuna sepatutnya berada bersama Malaysia apabila kesultanan Johor merdeka di dalam Persekutuan Malaya pada tahun 1957 menerusi konsep utti possideti juris.

Namun pada abad 19, Kesultanan Riau menjadi penguasa pulau yang berada di jalur strategis pelayaran internasional. Setelah Indonesia merdeka, delegasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada republik yang berpusat di Jawa. Pada 18 Mei 1956, Indonesia resmi mendaftarkan kepulauan itu sebagai wilayahnya ke PBB. Sempat ada kajian dari akademisi Malaysia, bahwa Natuna secara sah seharusnya milik Negeri Jiran. Namun, untuk menghindari konflik lebih panjang setelah era konfrontasi pada 1962-1966, maka Malaysia tidak menggugat status Natuna. Lepas dari klaim sejarah tersebut, Indonesia sudah membangun berbagai infrastruktur di kepulauan seluas 3.420 kilometer persegi ini. Etnis Melayu jadi penduduk mayoritas, mencapai 85 persen, disusul Jawa 6,34 persen, lalu Tionghoa 2,52 persen. Agama islam adalah agama yang paling utama di kepulauan Natuna. 

Kini Negeri Jiran meratifikasikan kedudukan kepulauan Natuna sebagai sebuah wilayah dalam negara kepulauan republik Indonesia.Di bawah konsep undang-undang antara bangsa, sebuah wilayah itu boleh diperolehi kepada kerajaan atau kuasa pemerintah melalui empat cara yaitu perluasan wilayah melalui cara semula jadi ,penyerahan wilayah ,penjajahan, dan effective occupation ataupun prescription. Prescription merujuk kepada tindakan sebuah negara yang melahirkan kedaulatan dengan cara mengamalkan penguasaan ke atas wilayah tertentu tanpa dibantah oleh negara-negara lain. Berdasarkan fakta ini, boleh dikatakan bahawa Indonesia telah menguasai Pulau Natuna selama 56 tahun tanpa bantahan dari Malaysia sejak tahun 1956. Sukar untuk ketika ini bagi Malaysia menuntut hak kedaulatan ke atas kepulauan Natuna walaupun berdasarkan fakta geografi dan sejarah, kepulauan Natuna memang mempunyai pertalian yang kuat dengan negeri-negeri Jiran.Sehingga kini, kepulauan Natuna kekal sebagai sebuah wilayah Indonesia walaupun yang secara geografinya, kedudukan kepulauan tersebut lebih sejajar dengan kedudukan Malaysia.

Tak disangka kepulauwan Natuna terletak juga antara Tengah laut China Selatan, Isu yang menggerakkan kedaulatan Republik Indonesia terjadinya konflik disebabkan presiden Republik Indonesia Joko widodo mengecam peta Republik rakyat China yang membumikan daerah kekayaan Gas alam tersebut dalam wilayahnya. Jurnal the Diplomat pada 2 Oktober 2014 sudah meramalkan konflik terbuka antara China-Indonesia akan muncul cepat atau lambat.Analis politik Victor Robert Lee mengatakan, Natuna pada awal abad 20 cukup banyak dihuni warga Tionghoa. Namun, seiring waktu, terutama setelah dikuasai resmi oleh Indonesia, warga Melayu dan Jawa jadi dominan.Victor mengaku punya bukti, bahwa ada permintaan resmi warga keturunan Tionghoa di Natuna agar RRC menganeksasi pulau itu.“Setelah konfrontasi Malaysia-Indonesia, disusul sentimen anti-Tionghoa di kawasan itu, jumlah warga keturunan China di Natuna turun dari kisaran 5.000-6.000 menjadi tinggal 1.000 orang,” tulisnya.Muncul selentingan, warga Tionghoa yang masih bertahan menghubungi Presiden China Deng Xiaoping pada dekade 80-an. “Ada permintaan kepada Deng agar China mendukung kemerdekaan wilayah Natuna yang dihuni mayoritas Tionghoa, atau paling tidak memasukkan kepulauan itu di wilayah administrasi China,” kata Victor.

Negosiasi ini tidak bisa dibuktikan sampai sekarang. Yang jelas, China secara sepihak pada 2009 menggambar sembilan titik ditarik dari Pulau Spratly di tengah Laut China Selatan, lalu diklaim sebagai wilayah Zona Ekonomi Eksklusifnya. pada masa pemerintahan presiden republik indonesia susilo bambang yudhoyono mengecam kepada komisi landas kontimen PBB. Pada saat ini China berseteru sengit dengan Vietnam dan filipina akibat kepulauan spratly, lima tahun yang lalu PBB belum bersikap atas protes dari pemerintah Indonesia. China juga tidak pernah menyinggung isu itu, sehingga hubungan Beijing- Jakarta relatif aman sampai saat sekarang ini. Setelah berkuasa, Presiden Jokowi hendak menegaskan sikap terhadap Natuna, lebih keras dan lebih waspada lagi dari sikap SBY.“Sembilan titik garis yang selama ini diklaim Tiongkok dan menandakan perbatasan maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional apapun,” ujarnya saat diwawancarai Koran Yomiuri Shimbun. Poros Jakarta-Beijing belum akan bergandengan erat sebelum konflik ini selesai.









Komentar